Ada sejumlah syarat yang harus terpenuhi untuk pelaku UKM agar bisa mendapatkan BLT. Pertama, penerima bantuan harus warga negara Indonesia (WNI) dan memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Program ini tidak berlaku untuk pelaku usaha berstatus aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri.
Selanjutnya, pendaftar juga tidak boleh pegawai aktif di badan usaha milik negara (BUMN). Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sebelumnya menyebut penyaluran BLT-nya melalui dinas koperasi untuk menjaring pelaku usaha dari berbagai wilayah di tanah air. Pemerintah tidak ingin penerima manfaat hanya berasal dari kota besar. Skema pengajuan bantuan pun diatur dengan mekanisme sederhana.
Untuk mendaftar, pelaku usaha akan diidentifikasi dan diusulkan oleh lembaga pengusul, di antaranya dinas yang membidangi koperasi dan UMKM provinsi dan kabupaten/kota, koperasi yang telah disahkan sebagai badan hukum, kementerian/lembaga, perbankan dan perusahaan pembiayaan yang terdaftar di OJK, dan lembaga penyalur program kredit pemerintah yang terdiri atas BUMN dan Badan Layanan Umum (BLU).
Para pelaku UMKM yang belum mendapatkan pembiayaan modal kerja dan investasi dari perbankan diajak untuk ikut aktif mengakses bantuan produktif sebesar Rp2,4 juta. “Jadi kami ingin mengajak kepada pelaku usaha mikro yang belum mendapatkan pembiayaan modal kerja dan investasi dari perbankan untuk ikut aktif mendaftarkan diri melalui dinas koperasi terdekat,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Sebelumnya UMKM juga pernah mendapatkan bantuan program restrukturisasi kredit. Namun program restrukturisasi kredit bagi UMKM ini hanya terserap 38,4% dari total anggaran. Sejak digelontorkan pada akhir Maret, program ini telah menyalurkan dana Rp30 triliun dari total anggaran sebesar Rp78 triliun melalui bank-bank Himbara. Minimnya serapan anggaran ini juga dipengaruhi oleh UMKM Indonesia yang bergerak di sektor informal yang tak tersentuh perbankan.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, minimnya serapan anggaran program bantuan UMKM sebelumnya karena masalah komunikasi antara perbankan atau lembaga keuangan dan pelaku usaha. “Masih ada persoalan perbankan atau lembaga keuangan dalam berkomunikasi ke UMKM maupun proses pendaftaran untuk mendapat subsidi. Ini dievaluasi,” kata Menkeu.
Ketersediaan data menjadi tantangan utama penyaluran bantuan ini. Kementerian Keuangan terus melakukan verifikasi terhadap UMKM yang bakal menerima bantuan ini melalui perbankan dan lembaga keuangan. “Untuk UMKM di luar perbankan itu ada data dua juta UMKM di program UMi (Ultra Mikro), 6 juta di program Mekaar, 4 juta pada program Pegadaian, dan mungkin 1,5 juta di koperasi. Kami dalam proses verifikasi,” katanya.
Kesulitan pendataan ini merupakan imbas dari ketidaksediaan data UMKM sebelumnya. Bahkan, pendataan oleh pemerintah kalah baik dengan pendataan platform digital. Tahun lalu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahudin mengakui, pemerintah tidak mengantongi jumlah pasti pelaku UMKM di tanah air.
Perhatian besar pemerintah terhadap perkembangan UMKM ini bukan tanpa pertimbangan. Lesunya aktivitas ekonomi UMKM berdampak luar biasa pada pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia. Sebab sekitar 65% PDB nasional disumbangkan oleh UMKM pada 2019. (sumber: indonesia.go.id)